SELAMAT DATANG | About Us | Contact | Register | Sign In

Beberapa Teknik Dasar Seo Blog Untuk Pemula

Bagi pemula, mungkin perlu basic atau dasar untuk mempelajari SEO. Belajar SEO ( Search engine optimization ) untuk blogger pemula memang harus dibedakan dengan pembelajaran SEO tingkat lanjut.

Tampilkan postingan dengan label Antropologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Antropologi. Tampilkan semua postingan

Pengertian Reproduksi Budaya

Secara sederhana reproduksi berasal dari kata re yaitu kembali dan produksi membuat atau menghasilkan, jadi reproduksi mempunyai arti suatu proses dalam menghasilkan sesuatu yang baru.

Sedangkan budaya adalah suatu pola dari keseluruhan keyakinan dan harapan yang dipegang teguh secara bersama oleh semua anggota organisasi dalam pelaksanaan pekerjaan yang ada dalam organisasi tersebut.

Reproduksi kebudayaan adalah proses penegasan identitas kebudayaan yang dilakukan oleh pendatang, yang dalam hal ini menegaskan kebudayaan asalnya.

Sedangkan proses reproduksi budaya merupakan proses aktif yang menegaskan keberadaannya dalam kehidupan sosial sehingga mengharuskan adanya adaptasi bagi kelompok yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Dengan kata lain reproduksi budaya merupakan penegasan budaya asli ke tempat tinggal yang baru.
Reproduksi kebudayaan dilatarbelakangi oleh perubahan wilayah tempat tinggal, latar belakang sosial, latar belakang kebudayaan, yang pada akhirnya akan memberikan warna bagi identitas kelompok dan identitas kesukubangsaan (Abdullah, 2001; Anderson, 1991; Barth, 1998).


Reproduksi budaya ialah bertemunya dua budaya yang berbeda dan satu sama lain saling mempengaruhi sehingga timbul kebudayaan baru yang mengandung unsur dua kebudayaan tersebut.

Salah satu tokoh sosiologi kontemporer, yakni Peirre Bourdieu juga mengemukakan kajian analitisnya tentang reproduksi kebudayaan. Melalui konsepnya tentang habitus dan arena serta hubungan dialektis antara keduanya, Bourdieu mengemukakan analitisnya tentang reproduksi kebudayaan.

Faktor Pendorong Terjadinya Reproduksi Budaya

 Intern 

1. Bertambah atau berkurangnya penduduk

2. Penemuan baru
Jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain bagian masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan tadi diterima, dipelajari, dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan.

3. Konflik

Adanya konflik dapat mengakibatkan adanya reproduksi budaya, hal ini dapat dicontohkan dengan gerakan-gerakan masyarakat yang menentang suatu kebijakan sehingga dapat membuat suatu budaya yang baru. Misalnya saat adanya pergolakan masyarakat pada pemerintah Indonesia semasa orde baru yang diakhiri dengan lengsernya Alm.

Ekstern

1. Media Massa
Media massa merupakan salah satu agen sosialisasi masyarakat dan merupakan saluran yang berpengaruh dalam distribusi kebudayaan global yang secara langsung mempengaruhi gaya hidup.

2. Globalisasi

Sumber
https://sosiologibudaya.wordpress.com/2012/03/08/reproduksi-budaya-pemaknaan-ulang-budaya/
https://sosiologibudaya.wordpress.com/2011/03/20/reproduksi-budaya/

Posted by Irwantea Sosial
Irwantea Sosial Updated at: Sabtu, Oktober 31, 2015

Pengertian Antropologi menurut para ahli

Antropologi adalah ilmu tentang manusia, masa lalu dan kini, yang menggambarkan manusia melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu hayati (alam), dan juga humaniora. 



Antropologi berasal dari bahasa Yunani ‘Antropos’ dan ‘Logos’, berdasarkan epistemologis atau asal katanya antropologi dibagi menjadi 2 pengertian diantaranya “Antropos” yang berarti makhluk manusia dan “Logos” yang berarti pikir, pengetahuan yang terorganisir atau Ilmu. Jadi pengetahuan yang tidak terorganisir tidak tersistematisir, bukan ilmu tetapi hanya melihat pada gejala.

Antropologi bertujuan untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai spesies homo sapiens dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan komprehensif. Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi biologi dalam memberikan arti dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat manusia di bumi sejak awal kemunculannya.

Antropologi juga menggunakan kajian lintas-budaya (Inggris cross-cultural) dalam menekankan dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup (worldview)

Pengertian Antropologi menurut para ahli.

David Hunter 
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia

Koentjaraningrat 
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan

William A. Haviland 
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.


Posted by Irwantea Sosial
Irwantea Sosial Updated at: Jumat, September 11, 2015

Generalisasi-generalisasi Antropologi

1. Kebudayaan
Dalam mengapresiasi budaya bangsa, setiap kebudayaan di samping memiliki kelemahan- kelemahan, kebudayaan itu juga memiliki keunggulan-keunggulan. Oleh karena itu tidak akan suatu bentuk kebudayaan yang sempurna.

2. Evolusi
Evolusi tidak terbatas pada bidang biologi saja, melainkan meluas pada bidang sosial dan kebudayaan.

Dalam bidang sosial kita mengenal evolusi univesal dari Herbert Spencer, dalam bidang keluarga dikenal evolusi keluarga J.J. Bachhoven, dalam bidang agama dan kepercayaan, dikenal evolusi animisme, religi dan magic dari E.B. Taylor dan J.G. Frazer, dalam bidang kebudayaan dikenal evolusi kebudayaan dari E.B. Taylor dan L.H. Morgan, serta dalam sosiokultural dikenal evolusi sosiokultural dari Sahlins & Harris. (Sanderson, 1995: 63).

3. Culture Area
Pertumbuhan kebudayaan menyebabkan timbulnya unsur-unsur baru yang akan mendesak unsur-unsur budaya lama ke arah pinggir sekeliling daerah pusat pertumbuhan budaya itu. Oleh karena itu jika hendak mencari atau meneliti unsur-unsur budaya kuno, maka tempat untuk mendapatkannya adalah di daerah-daerah pinggiran (Koentjaraningrat, 1987: 128).

4. Enkulturasi
Pada hakikatnya proses enkulturasi (proses mempelajari kebudayaan) seseorang terhadap budaya orang lain itu diperlukan, guna menumbuhkembangkan sikap toleransi dan harga- menghargai kebudayaan yang beragam dalam suatu pendidikan multikultural maupun pendidikan global.

5. Difusi
Bisa saja orang beranggapan bahwa dengan meluasnya unsur-unsur budaya megalith Mesir kuno, yang berada di kawasan Afrika, L.Tengah, Mesopotamia, India, Indonesia, Polinesia, sampai ke Amerika. Kemudian berkesimupalan bahwa telah terjadi proses difusi budaya heliolithic (Koentjaraningrat, 1987: 120).

6. Akulturasi
Dalam proses akulturasi biasanya budaya overt atau lahiriah jauh lebih mudah berkembang dibanding budaya covert atau tersembunyi (Linton, 1940: 458). .

7. Etnosentrisme
Pada setiap bangsa pada hakikatnya memiliki etnosentrisme atau penilaian baik terhadap sikap-sikap dan pola kebudayaannya kelompok sendiri, hanya intensitasnyalah yang berbeda- beda, ada yang hanya sedikit dan ada pula yang sangat etnosentris.. Suatu bangsa semakin tinggi etnosentrisme-nya, akan semakin memperbanyak saingan dan lawan dalam kehidupan di dunia internasioal.

8. Tradisi
Bagi pendukung antropologi aliran fungsionalisme, maka tradisi itu pada hakikatnya adalah aktivitas kebudayaan yang bermaksud untuk memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.

9. Ras dan Etnik
Ras merupakan suatu konsep biologi yang valid. Ia tidak sekedar menggambarkan morfologinya yakni struktur fisik yang bisa diamati, melainkan juga komposisi genetic sub- sub bagian sepsis itu, seperti gen untuk golongan darah dan untuk protein-protein spesifik.

Sedangkan konsep etnis lebih merujuk kesatuan-kesatuan sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan, yang mempunyai arti/kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan kapabilitas tiap ras dan etnis, tidak ada di dunia ini yang menjadi ras dan etnis yang superior atau inferior,

10 Stereotip
Berkembangnya prasangka dan stereotip antar etnik yang terjadi di Indonesia, merupakan salah satu faktor penyebab hambatan dalam mewujudkan multikulturalisme bangsa Indonesia, yang pada gilirannya akan memperlemah rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

11. Kekerabatan
Ikatan ibu dan anak bisa diamati da dinilai secara universal, tetapi peran ayah maupun ibu dalam masyarakat tradisional sangatlah bervariasi. Oleh karena itu sistem kekerabatan pada masyaraakat tradisional tidak bisa digeneralisir secara universal.

Namun demikian harus diakui bahwa gagasan yang hampir sama mengenai perkawinan yang menghindari tabu inses, keturunan yang memiliki hubungan darah, dapat diteliti pada masyarakat-masyarakat tradisional bahkan modern sekalipun.

12. Magis
Magis memang kejam, jahat, dan mudah disalahgunakan oleh pihak-pihak berkepentingan, tetapi perkembangan magis yang pernah mengalami masa-masa jayanya pada masa kehidupan primitif pada setiap masyarakat, tidak bisa dipandang sebagai masa lampau yang ”hitam” dan penghalang segi-segi keagamaan. Sebab masa primitif juga merupakan bagian penggambaran tahapan perkembangan umat manusia secara keseluruhan (Pals, 2001: 61).

13. Tabu
Pada setiap tatanan masyarakat tradisinal, tabu selalu ada. Dalam pandangan kaum funsionalis, tabu juga memiliki nilai-nilai kegunaan yang perlu dijaga oleh masyarakatnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya (Koentjaraningrat, 1987: 171)

14. Perkawinan
Pada semua masyarakat, untuk mengatur proses pemilihan pasangan dan perkawinan, memiliki norma atau peraturan yang begitu kompleks.

Upacara perkawinan merupakan suatu ritual perpindahan bagi setiap pasangan, seorang pemuda dan pemudi dewasa secara ritual memasuki kedudukan kedewasaan dengan hak-hak dan kewajiban baru. Ia juga menandakan adanya persetujuann masyarakat atas ikatan itu (Goode. 2002: 64).Wasalam (www.irwanteasosial.com).****

Posted by Irwantea Sosial
Irwantea Sosial Updated at: Sabtu, Juni 06, 2015

Teori Evolusi Keluarga J.J. Bachoven

J.J. Bachoven adalah seorang ahli hukum Jerman yang banyak mempelajari etnografi berbangsa bangsa (Yunani, Romawi, Indian, termasuk juga Asia Afrika). Karya monumentalnya ditulis dengan judul Das Mutterrecht atau ”Hukum Ibu” (1967).

Inti dari teori Evolusi Keluarga dari Bachoven tersebut bahwa ”Seluruh keluarga di seluruh dunia mengalami perkembangan melalaui empat tahap (Koentjaraningrat, 1987: 38-39)., yakni:




1. Tahap Promiskuitas; di mana manusia hidup serupa sekawan binatang berkelompok, yang mana laki-laki dan perempuan berhubungan dengan bebas dan melahirkan keturunannya tanpa ikatan. Kelompok-kelompok keluarga inti belum ada pada waktu itu. Keaadaan tersebut merupakan tingkat pertama dalam proses perkembangan masyarakat manusia.

2. Lambat-laun manusia sadar akan hubungan antara si ibu dengan anaknya sebagai suatu kelompok keluarga inti dalam masyarakat. Oleh karena itu pada masa ini anak-anak mulai mengenal ibunya belum mengenal ayahnya. Di sinilah peran ibu merangkap sebagai sebagai kepala keluarga atau rumah tangga.

Pada masa ini pula hubungan/perkawinan antara ibu dengan anak dihindari, dengan demikian timbul adat exogami. Pada sistem masyarakat yang makin luas demikian dinamakan sistem matriarchate, di mana garis keturunan ibu sebagai satu-satunya ynng diperhitungkan.

3. Tingkat berikutnya adalah sistem patriarchate, di mana ayah menjadi kepala keluarga. Perubahan dari matriarchate ke partrirchate tersebut setelah kaum pria tidak puas dengan keadaan sosial yang mengedepankan peranan perempuan (ibu). Ia kemudian mengambil calon-calon istri dari kelompok yang bebeda untuk dibawa ke kelompoknya sendiri.

Dengan demikian keturunan yang mereka dapatkan juga tetap tinggal dalam kelompok pria.Kejadian itulah yang secara lambat laun mengubah tradisi matrarchate ke patriarchate.

4. Pada tingkat yang terakhir, di mana terjadi perkawinan tidak selalu dari luar kelompok (exogami) tetapi bisa juga dari dalam kelompok yang sama (endogami), memungkinkan anak-anak-anak secara langsung mengenal dan banyak berhubungan dengan ibu dan ayahnya. Hal ini lambat laun sistem patriarchate mengalami perubahan / hilang menjadi suatu bentuk keluarga yan dinamakan ”parental”. Wasalam (www.irwanteasosial.com).****


Posted by Irwantea Sosial
Irwantea Sosial Updated at: Sabtu, Juni 06, 2015

Teori Upacara Sesaji Smith

Teori Upacara Sesaji Smith antropologi
W. Robertson Smith (1846-1894), adalah seorang ahli teologi, ilmu pasti, dan bahasa serta sastera Semit yang berasal dari Universitas Cambridge.

Tulisannya yang terkenal berjudul Lectures on Religion of the Semites (1889), Isi pokok buku itu yang erat dengankaitannya dengan teori sesaji tersebut.




menurut Koentjaraningrat (1987: 67-68) dapat dikemukakan bahwa terdapat tiga gagasan penting mengenai azas-azas religi dan agama pada umumnya, sebagai berikut:

1. Gagasan pertama; di samping sistem keyakinan dan doktrin, sistem upacara juga merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi analisis yang khusus. Suatu hal yang menarik dalam banyak agama upacara itu tetap, tetapi latar belakang, keyakinan, maksud atau doktrinnya itu berubah.

2. Gagasan kedua; bahwa upaca religi atau agama tersebut, biasanya dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat (pemeluk religi atau agama), mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat. Motivasi keikusrtaan mereka dalam upacara itu memiliki tingkat intensitas yang berbeda-beda namun melalui kekuatan solidaritas sosial, mampu memberikan dorongan yang bersifat memaksa atas beberapa individu yang berbeda.

3. Pada prinsipnya upacara sesaji, di mana manusia menyajikan sebagian dari seekor binatang, terutama darahnya, kepada dewa, kemudian memakan sendiri sisa daging dan darahnya, hakikatnya sama sebagai suatu aktivitas untuk mendorong rasa solidaritas dengan para dewa.

Dalam hal itu, dewa atau para dewa dipandang juga sebagai warga komunitas, walaupun sebagai warga yang istimewa. Itulah sebabnya dalam upacara sesaji bukan semata-semata kehidmatan yang dicari, melainkan juga kemeriahan dan kekeramatan, disamping kehidmatan. Wasalam (www.irwanteasosial.com)*****

Posted by Irwantea Sosial
Irwantea Sosial Updated at: Sabtu, Juni 06, 2015

Cabang-cabang Ilmu Antropologi


Menurut bahasa Yunani, Antropologi terdiri dari anthropos “manusia” dan logos “ilmu”


Adapun menurut para ahli, antropologi adalah Menurut Ralfh L Beals dan Harry Hoijen : 1954:2 Antropologi adalah ilmu yang mempelajarai manusia dan semua yang dikerjakannya.

Menurut Wiliam A Hanviland Antropologi adalah studi tentang umat manusia secara menyeluruh berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat bagi manusia dan perilakunya.
Menurut Koentjaraningrat (1981 : 11) Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna,  bentuk fisik masyarakat, serta kebudayaan yang di hasilkannya.


Cabang-cabang ilmu antopologi sebagai berikut:


1 Antopologi ekonomi

  1. Ilmu ini mempelajari dan memahami masyarakat dengan melakukan penelitian terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan; modal, tenaga kerja, sistim produksi, pemasaran hasil, dan kegiatan lainnya pada masyarakat daerah tertentu. Yang kesemuanya itu mendorong perkembangan dan terbentuknya sub- ilmu antopologi ekonomi.


2 Antropologi Pembangunan

  1. Ilmu ini mempelajari dan memahami masyarakat dengan melakukan penelitian terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan pembangunan.
  2. Antropologi pembangunan mengkhususkan diri pada penggunaan metode-metode, konsep- konsep serta teori-teori antopologi.
  3. Hasil penelitian tsb dapat dipergunakan oleh pihak yang berwenang untuk membuat kebijaksanaan pembangunan di suatu daerah tertentu

3 Antropologi Kesehatan

  1. Ilmu ini mempelajari dan memahami masyarakat dengan melakukan penelitian mengenai masalah kesehatan masyarakat.
  2. Penelitiannya untuk mengetahui konsepsi dan sikap penduduk tentang kesehatan, tentang sakit, dukun, obat-obatan tradisional, kebiasan dan pantangan untuk memakan sesuatu.
  3. Hasil penelitian yang demikian untuk membantu para dokter atau para ahli gizi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

4.Antropologi Politik

  1. Ilmu ini mempelajari dan memahami kejadiandan gejala politik, persaingan, kerjasama, di antara partai-partai politik yang ada.
  2. Antropologi politik juga mempelajari atau memperhatikan latar belakang kebudayaan, sistim nilai dan norma dari manusia-manusia yang menjalankan politik atau pelaku politik itu.

Posted by Irwantea Sosial
Irwantea Sosial Updated at: Sabtu, Juni 06, 2015

Pengertian Kebudayaan Menurut Para Ahli

Pengertian Kebudayaan Menurut Para Ahli
Secara etimologis, kata ‘kebudayaan’ berasal dari Bahasa sanksakerta, buddhayah, bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti akal budi.

Menurut para ahli budaya, kata budaya merupakan gabungan dari dua kata, yaitu budi dan daya. Budi mengandung makna akal, pikiran, paham, pendapat, ikhtiar, perasaan, Sedangkan daya mengandung makna tenaga, kekuatan, kesanggupan.

Berikut ini adalah beberapa definisi kebudayaan yang dikemukakan oleh para ahli.
E.B. Tylor kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan , keyakinan, moral, hukum, adat-istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Krober dan Klukhon memandang kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan dturunkan oleh symbol-simbol yang menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia.

Linton Kebudayaan adalah konfigurasi dari sebuah tingkah laku dan hasil laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung secara diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu.

Heriskovits kebudayaan sebagai bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia.

Bronislaw Malinowski kebudayaan sebagai keseluruhan kehidupan manusia yang integral yang terdiri atas berbagai peralatan  dan barang-barang konsumen , berbagai peraturan untuk kehidupan masyarakat, ide-ide dan hasil karya manusia, keyakinan dan kebiasaan manusia.

C. Klukhuahn dan W.H. Kelly kebudayaan adalah sebagai Tanya jawab dengan para ahli antropologi, sejarah, hukum, psikologi yang implisit, eksplisit , rasional, irasional terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.

Dawson kebudayaan adalah cara hidup bersama (Culture is common way of life).

J.P.H Dryvendak kebudayaan adalah kumpulan dari cetusan jiwa manusia sebagai yang beragam berlaku dalam masyarakat tertentu.

Ki Hajar Dewantara kebudayaan sebagai “buah budi manusia , yaitu hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yaitu zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai”

Koentjaraningrat kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan , tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.
Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi kebudayaan adalah semua hasil karya , rasa, dan cipta masyarakat. Wasalam (www.irwanteasosial.com).***


Posted by Irwantea Sosial
Irwantea Sosial Updated at: Selasa, Maret 31, 2015

Sistem Teknologi Masyarakat Tradisional

Ada delapan macam sistem peralatan teknologi masyarakat tradisional  dan unsur fisik yang dipakai oleh manusia yang hidup dalam masyarakat kecil berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian.

alat senajata masyarakat tardisional1. Alat-alat Produksi
Alat-alat untuk melaksanakan suatu pekerjaan mulai dari alat sederhana seperti batu tumbuk untuk menumbuk terigu, sampai yang agak kompleks seperti alat untuk menenun kain. Kalau alat-alat semacam itu dikelaskan menurut maam bahan-bahan mentahnya, maka ada alat-alat batu, tulang, kayu, bambu, dam logam.


2. Alat membuat api
Alat membuat api masuk dalam alat-alat produksi. Alat membuat api ada yang menngunakan gesekan batu dan gesekan kayu yang diraut.

3. Senjata  
Serupa dengan alat-alat produksi, senjata juga dapat dikelaskan: pertama menurut bahan mentahnya, kemudian menurut teknik pembuatanya. Akhirnya bermacam senjata tradisional yang memungkinkan  ada dalam kebudayaan manusia dapat pula dikelaskan menurut fungsinya dan lapangan pemakaiannya.

Menurut Fungsinya ada senjata potong, senjata tusuk dan lain-lain.
Menurut fungsi lapangan ada senjata untuk berburu serta menangkap ikan , dan senjata untuk berkelahi atau perang.

4. Wadah
 Wadah ini alat untuk menimbun, memuat , dan menyimpan barang (container).  Wadah dikelaskn menurut bahan mentahnya, yaitu kayu, bambu, kulit kayu, tempurung, serat-seratan, atau tanah liat.

5. Makanan
Makanan dapat dipandang dari sudut bahan mentahnya, yaitu sayur-mayur dan daun-daunan, buah-buahan, akar-akaran , biji-bijian, daging, susu, dan hasil susu (dairy products), ikan dan sebagainya.

6. Pakaian
Dipandang dari sudut bahan mentahnya pakaian dapat dikelaskan kedalam pakaian dari bahan tenun, pakaian dari bahan kulit pohon, pakaian dari kulit binatang dan lain-lain.

7. Tempat berlindung dan perumahan
  Tempat berlindung atau rumah , yang dibuat dari serat, jerami, kayu, dan bambu.

8. Alat-alat transportasi.
Sepatu, binatang, alat serat, kereta , beroda, rakit, dan perahu.
                                          
Wasalam (irwanteasosial.com)


Posted by Irwantea Sosial
Irwantea Sosial Updated at: Selasa, Maret 10, 2015

Fase-fase perkembangan Ilmu Antropologi

Fase-fase perkembangan Ilmu Antropologi
 Fase pertama (Sebelum 1800)
Kedatangan Bangsa Eropa Afrika, Asia, dan Amerika selama 4 abad (sejak akhir abad ke-15 sehingga permulaan abad ke-16) membawa pengaruh bagi berbagai suku bangsa kertiga benua tersebut. Bersamaan dengan itu mulai terkumpul tulisan buah tagan para musafir, pelaut, pendeta penyiar agama Nasrani, penerjemah Kitab Injil, dan pegawai pemerintah jajahan dalam bentuk kisah perjalanan, laporan dan sebagainya. Dalam buku-buku tersebut terdapat berbagai pengetahuan berupa deskripsi tentang adat-adat istiadat, susunan  masyarakat, dan cirri-ciri fisik dari beragam suku bangsa baik di Afrika, Asia, Osenia (yaitu kepulauan di lautan teduh) maupun suku bangsa Indian, penduduk pribumi Amerika. Bahan deskripsi itu (disebut ‘etnografi’ dari kata ethos=bangsa) sangat menarik karena berbeda bagi bangsa Eropa Barat kala itu. Akan tetapi, deskripsi tersebut sering kali tidak jelas/kabur, tidak teliti, dan hanya memperhatikan hal-hal yang tampak aneh bagi mereka.

Selain itu, ada pula tulisan yang baik dan teliti. Kemudian dalam pandangan kalangan terpelajar di Eropa Barat timbul tiga macam sikap yang bertentangan terhadap bangsa-bangsa di Afrika, Asia, Oseania, dan orang-orang Indian di Amerika tadi, yaitu:
a. Ada yang berpandangan bahwa bangsa-bangsa itu bukan manusia sebenarnya, melainkan manusia liar, keturunan iblis dan sebagainya. Dengan demikian timul istilah-istilah savages, primitives, untuk menyebut bangsa-bangsa tadi.
b. Adanya yang berpandangan bahwa masyarakat bangsa-bangsa itu adalah contoh dari masyarakat yang masih murni, belum mengenal kejahatan dan keburukan seperti yang ada dalam masyarakat bangsa-bangsa Eropa Barat waktu itu.
c. Adanya tertarik akan adat-istiadat yang aneh, dan mulai mengumpulkan benda-benda kebudayaan dari suku-suku bangsa di Afrika, Asia, Oseania dan Amerika pribumi tadi itu. Kumpulan-kumpulan pribadi tadi yang dihimpun menjadi satu, supaya dapat dilihat oleh umum, dengan demikian  timbul museum-museum pertama tentang kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa.

        Pada permulaan abad ke19 perhatian terhadap himpunan pengetahuan tentang masyarakat, adat-istiadat dan cirri-ciri fisik bangsa-bangsa di luar Eropa dari pihak dunia ilmiah menjadi sangat besar, demikian besarnya sehingga timbul usaha-usaha pertama dari dunia ilmiah untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahab pengetahuan etnografi tadi menjadi satu.

Fase Kedua (Kira-kira Pertengahan Abad kee-19)
 Integritas yang sungguh-sungguh baru, timbul pada pertengahan abad ke-19. Karangan-karangan etnografi tersebut tersusu berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat. Secara singkat, cara berpikir itu dapat dirumuskan sebagai berikut: Masyarakat dan Kebudayaan manusia telah berevolusi dengan sangat lambat yakni dalam jangkau waktu beribu-ribu tahun lamanya, dari tingkat-tingkat rendah, melalui beberapa tingkat antara, sampai ke tingkat-tingkat tertinggi. Bentuk masyarakat dan kebudayaa manusia yang tertinggi itu adalah bentuk masyarakat dan kebudayaan seperti yang hidup di Eropa Barat kala itu. Semuabentuk masyarakat dan kebudayaan dari bangsa-bangsa di luar Eropa (oleh orang Eropa disebut primitive) dianggap sebagai contoh dari tingkat kebudayaan lebih rendah, yang masih hidup sampai sekarang sebagai sisa-sisa dari kebudayaan manusia zaman dahulu. Berdasarkan  cara berpikir tersebut, maka semua bangsa di dunia dapat digolongkan menurut berbagai tingkat evolusi itu. Dengan timbulnya beberapa karangan sekitar tahun 1860, yang mengklasifikasikan bahan tentang beragam kebudayaan di seluruh dunia ke dalam tingkat-tingkat evolusi tertentu, maka timbullah ilmu antropologi.

Kemudian timbul pula beberapa karangan hasil penelitian tentang sejarah penyebaran kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di muka bumi. Disini pun kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa itu dianggap sebagai sia-sia dan contoh-contoh dari kebudayaan manusia yang kuno sehingga dengan meneliti kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa itu orang dapat menambah pengetahuan tentang sejarah penyebaran kebudayaan manusia. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa dalam fase perkembangannya yang kedua ini ilmu antropologi berupa suatu ilmu yang akademikal; dengan tujuan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitive dengan maksud untuk mendapat suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.


Fase Ketiga (Permulaan Abad Ke-20)
  Pada permulaan abad ke-20, sebagian negara penjajah di Eropa berhasil untuk mencapai kemantapan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan di luar Eropa, maka ilmu anrtopologi sebagai suatu ilmu yang justru mempelajari bangsa-bangsa di daerah-daerah di luar Eropa itu, menjadi sangat penting . Berkaitan erat dengan itu dikembangkan pemahaman bahwa mempelajari bangsa-bangsa di luar Eropa itu peting karena pada bangsa-bangsa itu pada umumnyamasih mempunyai masyarakat yang belum kompleks seperti masyarakat bangsa-bangsa Eropa. Suatu pengertian tentang masyarakat yang tidak kompleks akan menambah juga pengertian orang tentang masyarakat yang kompleks.

   Suatu ilmu antropologi dengan sifat-sifat seperti yang terurai tadi, terutama berkembang di Inggris sebagai negara penjajah yang utama, dan juga hamper semua colonial lainnya. Amerika serikat pun yang bukan negara colonial, tetapi telah mengalam berbagai masalah yang berhubungan dengan suku-suku bangsa Indian penduduk pribumu Benua Amerika, kemudian terpengaruh oleh ilmu antropologi yang baru tadi.

 Dalam Fase ketiga ini ilmu antropologi menjadi suatu ilmu yang praktis, dan tujuannya dapat dirumuskan sebagai berikut: mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku di luar Eropa guna kepentingan pemerintah kolonial dan guna mendapat suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.

   Fase Keempat (sesudah Kira-kira 1930)
  Dalam fase ini ilmu anrtopologi mengalami masa perkembangannya yang paling luas, baik mengenai bertambahnya bahan pengetahuan yang jauh lebih teliti, maupun mengenai ketajaman dari metode-metode ilmiahnya. Selain itu kita lihat adanya dua perubahan di dunia:
a. Timbulnya antipari terhadap kolonialisme sesudah perang Dunia II.
b. Cepat hilangnya bangsa-bangsa perimitif (dalam arti bangsa-bangsa asli dan terpencil dari pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) yang sekitar tahun 1930 mulai hilang, dan sesudah perang Dunia II memang hamper tidak ada lagi di muka bumi.

  Proses tersebut menyebabkan ilmu antropologi seolah-olah hilang kehilangan lapangan, dan dengan demikian terdorong untuk mengembangkan lapangan-lapangan penelitian dengan pokok dan tujuan yang baru. Adapun warisan dari fase-fase perkembangan semula, yaitu yang pertama, kedua, dan ketiga, berupa bahan etnografi dan banyak metode ilmiah, tentu tidak dibuang demikian saja, tetapi dipakai sebagai landasan bagi perkembangan yang baru. Perkembangan itu  terutama terjadi di universitas-universitas di Amerika Serikat, tetapi menjadi umum di negara-negara lain juga setelah tahun1951, ketika 60 orang tokoh ahli antropologi dari berbagai negara di Amerika dan Eropa (termasuk Uni Soviet), mengadakan suatu symposium internasional untuk meninjau dan merumuskan pokok tujuan dan ruang lingkup dari ilmu antropologi yang baru itu.

 Pokok atau sasaran dari penelitian para ahli antropologi sudah sejak tahun 1930, memang tidak lagi hanya suku-suku bangsa primitive yang tinggal di benua-benua di luar Eropa saja, tetapi sudah beralih kepada manusia di daerah pedesaan pada umumnya, ditinjau dari sudur keragaman fisiknya, masyarakatnya, serta kebudayaan. Dalam hal itu, perhatian tidak hanya tertuju kepada penduduk daerah pedesaan di luar Eropa, tetapi tetapi juga kepada suku-suku bangsa di daerah pedesaan di Eropa (seperti suku-suku bangsa Soami, Flam, Lapp, Albania, Irlandia, penduduk Pegunungan Sierra dan lain-lain), dan kepada penduduk beberapa kota kecil di Amerika Serikat (Middletown, Jonesville dan lain-lain).

 Mengenai tujuannya, ilmu antropologi yang baru dalam fase perkembangannya yang keempat ini dapat dibagi dua, yaitu tujuan akademikal dan tujuan praktisnya. Tujuan akademikal adalah mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari keragaman bentuk fisiknya, masyarakat, serta kebudayaannya. Karena didalam Praktik ilmu antropologi biasanya mempelajari masyarakat suku-bangsa, maka tujuan praktisnya adalah mempelajari manusia dalam keragaman masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa itu.

Posted by Irwantea Sosial
Irwantea Sosial Updated at: Jumat, Februari 13, 2015
jurnalisme warga

 
Romeltea Media